Narata.co, Johannesburg — Universitas Witwatersrand di Afrika Selatan meluncurkan kampanye anti-perburuan dengan menyuntikkan isotop radioaktif ke tanduk badak. Isotop tersebut diklaim tidak membahayakan hewan, namun dapat terdeteksi oleh sistem keamanan nuklir di bandara dan perbatasan.
Lima ekor badak telah disuntik dalam peluncuran Proyek Rhisotope yang melibatkan kerja sama antara universitas, pejabat energi nuklir, dan kelompok konservasi. Proyek ini bertujuan mengurangi perdagangan ilegal tanduk badak melalui deteksi radioaktif.
“Tanduk yang telah disuntik bisa terdeteksi bahkan di dalam kontainer pengiriman berukuran 40 kaki. Ini meningkatkan kemungkinan penyitaan dan penangkapan penyelundup,” kata Kepala Ilmuwan Proyek Rhisotope, James Larkin, seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (1/8/2025).
Ia menyebutkan bahwa uji coba sebelumnya pada 20 badak menunjukkan proses penyuntikan aman bagi hewan. Isotop yang digunakan memicu alarm pada detektor radiasi meski dalam jumlah rendah.
Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), populasi badak dunia menurun dari sekitar 500.000 ekor pada awal abad ke-20 menjadi sekitar 27.000 saat ini. Afrika Selatan memiliki populasi badak terbesar, yakni sekitar 16.000 ekor, namun menghadapi perburuan tinggi dengan rata-rata 500 ekor dibunuh setiap tahun.
Universitas Witwatersrand mengimbau pemilik taman margasatwa dan otoritas konservasi untuk ikut menyuntikkan tanduk badak mereka guna mencegah perburuan dan penyelundupan.