Narata.co — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan hasil kajian dan rekomendasi atas revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) kepada Kementerian/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI).
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menegaskan bahwa revisi UU PPMI harus memperkuat peran pemerintah sebagai penanggung jawab utama, menjamin penempatan pekerja migran yang adil, serta memberikan perlindungan khusus bagi sektor rentan.
“Komnas HAM menekankan pentingnya harmonisasi regulasi lintas sektor, peningkatan mekanisme pengawasan, serta perluasan hak-hak PMI dan keluarganya sesuai standar internasional,” kata Anis dalam siaran persnya, Rabu (20/8/2025).
Kajian yang disusun berdasarkan draf terakhir revisi UU PPMI tertanggal 26 April 2025 itu memuat sejumlah temuan, mulai dari masalah pra-penempatan, masa bekerja, hingga pascapenempatan. Di antaranya dominasi calo akibat minimnya informasi resmi, lemahnya perlindungan hukum, hingga ketiadaan mekanisme restitusi bagi purna PMI.
Komnas HAM membagi catatan ke dalam tiga tahap. Pada tahap sebelum bekerja, persoalan yang menonjol ialah minimnya sistem informasi migrasi, belum terakomodasinya skema direct hiring, dan lemahnya pengawasan.
Pada tahap selama bekerja, tantangan yang dihadapi antara lain pelindungan hukum yang terbatas, kondisi kerja tidak layak, serta kurangnya pendampingan hukum gratis di luar negeri.
“Sementara pada tahap setelah bekerja, masalah yang muncul meliputi rendahnya program reintegrasi dan rehabilitasi, serta minimnya pelaporan data kepulangan PMI,” jelas Anis.
Rekomendasi kebijakan Komnas HAM ini akan disampaikan kepada Badan Legislasi DPR RI, Komisi IX DPR RI, serta pemerintah. Komnas HAM berharap revisi UU PPMI dapat melibatkan partisipasi pekerja migran, keluarga, masyarakat sipil, dan serikat pekerja, sehingga lahir regulasi yang progresif, akuntabel, serta menjamin keadilan bagi pekerja migran Indonesia.



