Narata.co, Jakarta — Amnesty International mendesak pemerintah Indonesia melakukan investigasi independen dan imparsial terkait delapan korban jiwa yang tewas dalam aksi protes sejak 25 Agustus 2025. Aksi yang dipicu isu upah rendah, kenaikan pajak, dan tunjangan legislator itu memicu bentrokan antara demonstran dan aparat di berbagai daerah.
Direktur Riset Regional Amnesty International, Montse Ferrer, menilai penggunaan kekuatan oleh aparat dalam penanganan unjuk rasa tidak proporsional.
“Meningkatnya jumlah korban jiwa sangat mengkhawatirkan. Tidak seorang pun seharusnya kehilangan nyawa saat menjalankan hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai,” kata Ferrer dalam keterangan tertulis, Senin (1/9/2025).
Amnesty menyoroti kasus tewasnya pengemudi ojek online di Jakarta setelah ditabrak kendaraan taktis Brimob pada Kamis (28/8/2025). Polisi menyatakan tujuh personelnya tengah diperiksa terkait insiden tersebut. Sejumlah korban lain juga jatuh di Makassar, Solo, dan Yogyakarta akibat bentrokan, kebakaran gedung, maupun dugaan kekerasan aparat.
Amnesty mengecam instruksi Kepala Kepolisian RI yang memerintahkan penggunaan peluru karet terhadap massa di kompleks Markas Brimob Jakarta. Menurut lembaga itu, senjata semacam itu hanya boleh digunakan dalam kondisi luar biasa, oleh personel terlatih, dan tidak ditembakkan secara sembarangan ke kerumunan.
Organisasi HAM yang berbasis di London itu mengingatkan agar pemerintah tidak menjadikan insiden kekerasan sporadis sebagai alasan mengekang demonstrasi damai.
“Alih-alih melakukan penindakan brutal, otoritas seharusnya menghormati, memfasilitasi, dan melindungi hak masyarakat untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat,” kata Ferrer.



