Narata.co, Jakarta — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat adanya peningkatan signifikan pengaduan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sejak tahun 2022. Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyebut bahwa banyak kasus TPPO melibatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban eksploitasi, kerja paksa hingga perdagangan orang.
Sepanjang 2020 hingga 2022, Komnas HAM menerima dan memverifikasi 170 pengaduan yang berkaitan dengan buruh migran. Laporan tersebut berasal dari berbagai provinsi di Indonesia seperti Bali, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Lampung, dan Riau. Sejumlah kasus juga terjadi di luar negeri, antara lain di Arab Saudi, Irak, Kamboja, Malaysia, Tiongkok, dan Uni Emirat Arab.
“Fenomena ini menunjukkan bahwa isu TPPO, khususnya yang melibatkan PMI memerlukan perhatian serius dari semua pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional,” kata Anis dalam pernyataan resminya, Selasa (30/7/2025).
Data Komnas HAM tersebut sejalan dengan laporan Kementerian Luar Negeri yang mencatat lonjakan tajam dalam kasus online scam. Jika pada 2020 hanya terdapat 15 kasus, maka per Maret 2025 jumlahnya melonjak menjadi 7.628 kasus. Negara-negara di Asia Tenggara seperti Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos, dan Thailand menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh juga melaporkan kenaikan 75 persen kasus kematian WNI di Kamboja pada Januari hingga Maret 2025, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Komnas HAM menilai bahwa situasi ini menuntut langkah konkret dari pemerintah Indonesia dan negara-negara terkait untuk mencegah kejahatan serta meningkatkan perlindungan terhadap WNI di luar negeri.
Selain perlindungan bagi korban, Komnas HAM juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi para pendamping korban TPPO. Para pendamping kerap menghadapi ancaman seperti intimidasi, kriminalisasi, hingga kekerasan ketika menjalankan tugasnya. Negara, menurut Komnas HAM, wajib menjamin keselamatan dan kebebasan mereka dalam melakukan pendampingan.
“Pendamping korban harus dilindungi agar bisa menjalankan perannya secara efektif dan bebas dari tekanan,” ujar Anis.
Komnas HAM menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional dan hukum internasional untuk melindungi hak-hak korban TPPO. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28I dan 28G, serta sejumlah undang-undang nasional, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dan ratifikasi Protokol Palermo melalui UU No. 5 Tahun 2009.
Dalam rangka memperingati Hari Dunia Menentang Perdagangan Orang yang jatuh pada 30 Juli, Komnas HAM menyerukan kepada negara untuk memperkuat perlindungan, pemulihan, dan penegakan hukum demi menjamin keadilan bagi korban dan pendamping korban TPPO.