Narata.co, Medan – Oditur Pengadilan Militer l Medan, Letnan Kolonel Tecki Waskito menuntut terdakwa Sertu Riza Pahlivi dengan hukuman 1 tahun atas kasus dugaan tindak pidana penyiksaan yang menyebabkan seorang anak di bawah umur berinisial MHS meninggal dunia. Direktur Utama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra, menilai tuntutan tersebut menggambarkan matinya keadilan di Peradilan Militer.
“Tuntutan tersebut sangat ringan dan disinyalir adanya bentuk impunitas terhadap terdakwa. Ini menggambarkan matinya keadilan di Peradilan Militer yang tidak berpihak ke korban,” kata Irvan Saputra, Jumat (03/10/2025).
Menurut Irvan, tindakan Sertu Riza Pahlivi bertentangan dengan Undang-undang 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang konvesi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia, konvensi hak-hak anak, ICCPR, dan DUHAM.
Untuk itu, LBH Medan mendesak majelis hakim memberikan keadilan terhadap korban dengan menjatuhkan putusan yang berat sesuai aturan hukum yang berlaku, serta melakukan pemecatan sebagai prajurit TNI.
Baca juga: 41 Tahun Tragedi Tanjung Priok, Korban Masih Menanti Keadilan
Sebelumnya, Sertu Riza Pahvili didakwa melanggar Pasal 76c jo Pasal 80 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau dakwaan kedua dengan Pasal 359 KUHP dengan ancaman hukuman 15 Tahun Penjara dan denda Rp3 miliar.
Namun, saat sidang tuntutan di Pengadilan Militer l Medan, Kamis (02/10/2025), oditur Letkol Tecki Waskito hanya menuntut terdakwa 1 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Diketahui, kasus ini berawal dari adanya pembubaran massa tawuran di perbatasan Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Denai-Kelurahan Tegal Sari Mandala 3, Kecamatan Medan Tembung, Jumat 24 Mei 2024 silam.
MHS (15) yang saat itu berada di lokasi melihat tawuran menjadi sasaran pemukulan oleh anggota TNI, Sertu Riza Pahlivi hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Atas adanya dugaan tindak pidana tersebut, ibu korban Lenny Damanik membuat laporan sebagaimana tertuang dalam Tanda Terima Laporan/ Pengaduan Nomor TBLP-58/V/2024 tertanggal 28 Mei 2024. Bukan hanya itu, Lenny juga kini mencari keadilan untukk anaknya dengan mengadukan tindak pidana tersebut ke Komnas HAM, LPSK, dan KPAI.



