Seorang perempuan terlihat berduka atas warga Palestina yang tewas saat mencari bantuan di Khan Younis, di Rumah Sakit Nasser.(Sumber foto: Hatem Khaled via Reuters/The Guardian)
Narata.co, Gaza – Sedikitnya 20 warga Palestina dilaporkan tewas akibat terinjak-injak dalam insiden penyaluran bantuan makanan di Gaza bagian selatan, Rabu (16/7) pagi waktu setempat. Peristiwa ini terjadi di pusat distribusi bantuan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yakni lembaga bantuan yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat.
Menurut keterangan otoritas kesehatan Gaza dan sejumlah saksi mata, kekacauan bermula ketika petugas keamanan GHF dilaporkan menggunakan gas air mata atau semprotan merica untuk mengendalikan massa yang kelaparan dan berdesakan di sekitar lokasi.
“Sebanyak 19 orang tewas akibat terinjak-injak, sementara satu lainnya meninggal karena luka tusukan,” demikian pernyataan GHF.
Namun, GHF tidak memberikan tanggapan saat diminta klarifikasi terkait dugaan penggunaan gas air mata oleh petugasnya di lokasi distribusi yang terletak dekat Khan Younis.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut 15 dari korban meninggal karena sesak napas akibat terpapar gas beracun yang ditembakkan ke arah kerumunan. Insiden ini menambah panjang daftar korban jiwa warga Palestina di tengah agresi Israel yang telah menewaskan lebih dari 58.000 orang sejak perang dimulai — mayoritas di antaranya adalah warga sipil.
“Ini adalah pertama kalinya korban jiwa tercatat akibat sesak napas dan kekacauan saat antre bantuan kemanusiaan,” ujar pihak Kementerian Kesehatan Gaza seperti dikutip dari The Guardian.
Sejak GHF mulai beroperasi pada akhir Mei, setidaknya 800 warga Palestina dilaporkan tewas saat mencoba mengakses bantuan makanan, sebagian besar saat mendekati lokasi distribusi. Namun, ini merupakan kejadian pertama yang terjadi di pusat distribusi yang dijaga langsung oleh petugas keamanan bersenjata GHF.
GHF sendiri merupakan organisasi kemanusiaan baru yang belum berpengalaman dalam menyalurkan bantuan di zona konflik. Pihaknya menyatakan tidak bertanggung jawab atas insiden yang terjadi di luar area perimeter lokasi bantuan.
Sebuah video yang beredar di media sosial — yang belum dapat diverifikasi secara independen — memperlihatkan kesaksian seorang pria yang menyebut petugas melemparkan gas air mata ke arah warga yang sudah kelelahan karena berebut bantuan.
“Saya lari bersama yang lain menuju gerbang lokasi,” ujarnya. “Orang-orang saling dorong dan terinjak-injak di depan gerbang, lalu mereka (petugas keamanan) mulai menembakkan gas air mata ke arah kami.”
GHF mengklaim untuk pertama kalinya menemukan keberadaan senjata di tengah kerumunan, dan menyita satu pucuk senjata api. Mereka juga menuduh — tanpa memberikan bukti — bahwa ada pihak yang terkait dengan Hamas yang memicu kerusuhan.
Saat ini GHF hanya mengoperasikan empat lokasi distribusi untuk melayani dua juta warga di Jalur Gaza, wilayah yang dilanda krisis pangan ekstrem. Para ahli ketahanan pangan telah memperingatkan potensi bencana kelaparan massal jika sistem bantuan tidak diperluas.
Sebagai perbandingan, sebelum sistem baru ini diterapkan, badan PBB dan organisasi kemanusiaan internasional telah mengoperasikan lebih dari 400 titik distribusi bantuan yang menjangkau langsung komunitas warga selama hampir 20 bulan perang.
Pemerintah Israel mengklaim sistem distribusi sebelumnya disalahgunakan oleh Hamas. Namun, hingga kini belum menunjukkan bukti kuat bahwa rantai distribusi yang diawasi ketat oleh PBB dan lembaga bantuan telah dikompromikan.
Para pakar menyebut, kematian dalam sistem baru seperti ini tak terhindarkan, mengingat hanya ada empat titik distribusi yang buka secara tidak teratur dan melayani ratusan ribu warga yang kelaparan.