Narata.co, Jakarta — Amnesty International Indonesia mengecam tindakan razia dan intimidasi terhadap warga yang mengibarkan bendera bajak laut dari serial animasi One Piece menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai respons aparat dan pejabat pemerintah terhadap fenomena tersebut sebagai tindakan yang berlebihan dan tidak sejalan dengan prinsip kebebasan berekspresi.
“Pengibaran bendera One Piece sebagai medium penyampaian kritik merupakan bagian dari hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh Konstitusi serta berbagai instrumen internasional yang telah diratifikasi Indonesia,” ujar Usman dalam keterangannya, Selasa (5/8/2025).
Ia mencontohkan tindakan aparat yang merazia dan menyita bendera One Piece di Tuban serta penghapusan mural bertema serupa di Sragen sebagai bentuk represi dan intimidasi terhadap masyarakat. Menurutnya, ekspresi damai melalui simbol budaya populer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan makar atau upaya memecah belah bangsa.
Usman menegaskan bahwa alih-alih merepresi, pemerintah seharusnya fokus menyelesaikan akar keresahan masyarakat yang mendorong munculnya ekspresi semacam itu.
“Pemerintah sebaiknya tidak anti-kritik dan berhenti mengeluarkan pernyataan berlebihan yang disertai ancaman sanksi pidana terhadap ekspresi masyarakat,” tegasnya.
Amnesty juga mengingatkan bahwa sebagai negara pihak dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Indonesia berkewajiban untuk melindungi dan menyediakan ruang aman bagi warga dalam menyampaikan pendapat secara damai.
Pasal 19 ICCPR menyatakan bahwa hak atas kebebasan berekspresi berlaku untuk semua jenis informasi dan gagasan, termasuk yang dinilai mengejutkan atau mengganggu.
“Negara seharusnya hadir untuk melindungi, bukan membiarkan—apalagi terlibat dalam—pembungkaman suara-suara kritis yang sah dari warga negara,” kata Usman.