Narata.co, Langkat – Masyarakat Desa Kebun Kelapa, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), yang sebagian besar berprofesi sebagai petani padi, masih mengalami kendala untuk mengairi lahan sawah mereka, bahkan sejak 40 tahun belakangan.
Dalam rentang waktu empat dekade tersebut pemerintah pernah membangun fasilitas irigasi. Namun, hal itu tidak terlalu berdampak signifikan karena irigasi yang dibangun dinilai belum memadai.
Abdi Mulyo, seorang petani mengungkapkan untuk memenuhi kebutuhan pengairan sawah mereka harus menggunakan mesin pompa air. Pasalnya, irigasi yang ada pada saat ini permukaannya terlalu rendah dan tidak mengalir ke sawah. Hal ini cukup membebani masyarakat karena harus mengeluarkan biaya ekstra demi bisa mengairi sawah.
Bukan hanya itu, Abdi mengeluhkan soal kualitas air yang tidak bagus karena berasal dari tadah hujan. Seharusnya berasal dari sumber mata air atau sungai.
“Kami harus mengeluarkan biaya tambahan karena harus menggunakan pompa air untuk mengairi sawah. Itu pun kualitas airnya tidak bagus, payau dan PH-nya tinggi,” jelasnya pada saat diskusi bersama Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA Indonesia) di saung kelompok tadi yang berada di area persawahan Desa Kebun Kelapa, Sabtu (11/10/2025).
Pengurus BITRA Indonesia, Iswan Kaputra, mengatakan pihaknya telah terjun secara langsung untuk melakukan pendampingan dan mengadvokasi masyarakat. Pembahasan dengan masyarakat juga melibatkan pihak dari Kecamatan Secanggang, Dinas PUPR, Dinas Pertanian Langkat, dan BWS Provinsi Sumatera Utara.
Baca juga: Menagih Janji Bobby Nasution Selesaikan Konflik Agraria di Sumut
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut bisa disimpulkan jika masyarakat membutuhkan adanya pembangunan saluran irigasi baru yang memadai, di mana airnya langsung bersumber dari Sungai Wampu.
Kesimpulan ini diambil mengingat selain ketersedian air, kualitasnya juga baik untuk lahan pertanian.
“Kami mengupayakan melalui pemerintah untuk dilakukan pembangunan saluran irigasi yang baru dan memadai. Airnya itu berasal dari Sungai Wampu dan dibuat dengan ketinggian lima sampai enam meter sehingga distribusinya efektif serta bisa mengairi seluruh lahan persawahan yang berjumlah 1.080 hektare,” ucap Iswan.
Adapun lahan sawah seluas 1.080 hektare tersebut berada di empat desa, yaitu Desa Kebun Kelapa, Desa Sungai Ular, Desa Hinai Kiri, dan Tanjung Ibus.
Iswan menegaskan hal itu merupakan satu-satunya solusi yang dapat mengatasi persoalan dari petani terkait pengairan lahan persawahan. Apabila tidak begitu, petani akan semakin sering mengalami kerugian. Petani bahkan pernah mengalami gagal panen akibat persoalan tersebut.
“Saya sangat khawatir kalau permohonan masyarakat ini tidak terpenuhi, kemungkinan besar swasembada pangan yang digaungkan pemerintah itu hanya menjadi cerita di media saja,” tegasnya.



