Narata.co, Medan – Annisa Sheren menggenggam toa bersuara lantang menyampaikan kondisi ekonomi rakyat jauh berbeda dengan anggota DPR yang memiliki fasilitas lengkap dan bergelimang harta.
Sembari mengusap air mata, ia menyoroti gaya kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang sarat dengan maskulinitas toksik.
“Mereka diberi kemewahan sedangkan para buruh banting tulang seharian untuk bayar ongkos pulang pergi sementara cara negara merespon krisis sosial lebih memilih pendekatan kekerasan dan agresi ketimbang membuka ruang dialog,” teriaknya penuh amarah dengan nada bergetar saat membacakan orasi di Titik Nol Jalan Balai Kota, Kota Medan, Sabtu (06/09/2025) pukul 18.30 WIB.
Annisa tak lantang sendirian, ia bersama perempuan-perempuan lain yang mengatasnamakan kelompok Gengx Centil Medan. Mereka berunjuk rasa sejak sore hari mewakili kemarahan rakyat dari krisis kepercayaan akan pemerintah yang gagal wujudkan keadilan sosial serta perlindungan hak bagi warga negaranya.
Perempuan-perempuan ini mengenakan pakaian berwarna merah muda dan hijau sebagai simbol perlawanan serta mengenang sosok pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan yang tewas setelah dilindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di Jakarta, 28 Agustus 2025 lalu.
Hiruk pikuk kendaraan melintas tak mereka hiraukan, perempuan-perempuan ini tetap menyuarakan 17+8 Tuntutan Rakyat yang menjadi fokus utama rakyat Indonesia di berbagai daerah sejak gelombang demonstrasi 25 Agustus 2025 lalu.
Anissa Sheren Koordinator aksi mengatakan, meski tuntutan penolakkan tunjangan anggota DPR telah diterima namun mereka tetap menyuarakan hak-hak rakyat yang belum terpenuhi. Ia juga menggaungkan isu kelompok rentan di Indonesia yang jarang diperhatikan pemerintah.
Mengutuk keras tindakan refresif aparat kepolisian terhadap kelompok rentan. Menuntut penindakan yang adil dan transparan terhadap para korban tewas saat aksi demonstrasi, kemudian menolak multifungsi TNI agar kembalikan ke barak dan segera mencabut UU TNI Nomor 2 Tahun 2025.
“Hari ini kita kembali menyuarakan tuntutan kelompok-kelompk rentan. RUU pekerja rumah tangga sampai kini masih mangkrak, menolak RKUHAP dan kebijakan pemerintah daerah yang diskriminatif,” ucap Annisa.
Lanjutnya, Annisa juga menyebut dalam sepuluh tahun terakhir, pemerintah membuat berbagai kebijakan yang justru memperkuat oligarki. Mulai dari omnibuslaw yang merugikan buruh, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perampasan tanah rakyat yang merusak lingkungan melalui program food estate sampai manipulasi regulasi untuk melanggengkan dinasti.
Kemudian pemerintah terus tidak memikirkan rakyat dengan membentuk kabinet gendut yang berdampak pada efisiensi dan ekonomi. Disusul naiknya PPN 11 persen, Makan Gizi Gratis (MBG), Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merampas ruang hak rakyat, lalu Undang-Undang TNI dan Rancangan Undang-Undang Polisi hingga Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dibahas secara sembunyi-sembunyi.
“Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang pro ke kelompok rentan tapi belum disahkan dan juga banyak kebijakan yang justru membuat kita semakin rentan. Dan itu yang kita tolak hari ini,”ungkapnya
Di penghujung aksi, puluhan perempuan ini meletakkan foto para korban yang tewas sejak gelombang demonstrasi 25-30 Agustus 2025 serta mengenang 21 tahun tewasnya aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib.
Mereka juga memasang lilin, kemudian menaburkan bunga dan melaksanakan doa bersama sebagai bentuk suka cita untuk para korban yang melawan atas ketidakadilan kebijakan pemerintah.
“Kami Kolektif Kelompok Rentan Kota Medan, turut berdiri bersama gerakan rakyat menunjang mundur rezim kekerasan,”seru massa aksi



