Narata.co — Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) menetapkan satu tersangka baru dalam pengembangan kasus perdagangan ilegal sisik tenggiling (Manis javanica). Tersangka berinisial PAI (46), warga Kebumen, Jawa Tengah, resmi ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba, Jakarta Pusat, setelah menjalani pemeriksaan intensif pada 17 Juli 2025.
Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari operasi gabungan Kementerian Kehutanan dan Bareskrim Polri yang menggagalkan transaksi 165 kilogram sisik tenggiling di sebuah kafe di Grogol, Jakarta Barat, pada 14 April 2025. Sebelumnya, penyedia barang berinisial RJ (46) telah lebih dulu ditangkap. PAI diduga berperan sebagai penghubung antara penjual dan jaringan distribusi ilegal.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa perdagangan sisik tenggiling merupakan bagian dari kejahatan transnasional terorganisir.
“Indonesia aktif dalam koalisi internasional seperti ASEAN-WEN untuk membendung perdagangan ilegal satwa liar. Kolaborasi antara Kementerian Kehutanan dan Bareskrim Polri menjadi fondasi utama dalam memperkuat sistem perlindungan keanekaragaman hayati,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (21/7/2025).
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra, Aswin Bangun, menyebutkan 165 kilogram barang bukti yang diamankan setara dengan pembantaian lebih dari 400 ekor tenggiling dewasa. Kejahatan terhadap satwa dilindungi kini memanfaatkan ruang digital, sehingga pihaknya memperkuat sistem patroli siber dan pelacakan intelijen.
“Penetapan tersangka berawal dari patroli siber oleh tim Kementerian Kehutanan yang mendeteksi aktivitas mencurigakan di media sosial. Investigasi kemudian dikembangkan hingga berhasil menangkap dua tersangka dan mengungkap jaringan distribusi gelap,” ungkapnya.
PAI dijerat dengan Pasal 40A ayat (1) huruf f juncto Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal yang dikenakan adalah 15 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.
Tenggiling termasuk satwa yang dilindungi secara penuh dan masuk dalam Appendix I CITES dan berstatus kritis (Critically Endangered) menurut IUCN.
Dalam delapan bulan terakhir, ini merupakan pengungkapan keempat kasus perdagangan tenggiling, setelah penindakan di Kisaran, Tembilahan, dan Tanjung Balai. Data ini mengindikasikan pergeseran jalur perdagangan sisik tenggiling dari Sumatera ke wilayah Jawa.