Narata.co – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) agar lebih berbasis hak, inklusif, dan responsif gender. Hal itu diutarakan Komnas Perempuan dalam rapat dengar pendapat umum bersama Badan Legislasi DPR RI, Rabu (10/9/2025) kemarin.
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menegaskan perlindungan bagi pekerja migran, khususnya perempuan, tidak cukup sebatas penyesuaian administratif kelembagaan.
“Revisi UU PPMI harus memastikan perempuan pekerja migran terlindungi dari diskriminasi, kekerasan berbasis gender, dan eksploitasi,” ujarnya dikutip, Jumat (3/10/2025).
Komnas Perempuan mencatat mayoritas pekerja migran Indonesia adalah perempuan yang bekerja di sektor perawatan dengan risiko tinggi dan minim perlindungan. Catatan tahunan dari 2017–2024 merekam 1.389 kasus kekerasan, mulai dari pelanggaran hak migrasi, eksploitasi pekerja rumah tangga migran, hingga hukuman mati.
Selain menyoroti absennya mekanisme restitusi bagi korban, Komnas Perempuan juga mengkritisi lemahnya sanksi hukum bagi perusahaan penempatan pekerja migran serta sistem pengawasan yang belum menyeluruh.
Baca juga: Komnas HAM Desak Revisi UU Pekerja Migran: Setop Eksploitasi dan Perkuat Perlindungan
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Devi Rahayu, menambahkan perlunya pengakuan dan pengaturan khusus pekerja rumah tangga migran perempuan dalam revisi UU. Ia menilai kebijakan moratorium penempatan ke 13 negara Timur Tengah perlu diganti dengan perjanjian bilateral yang lebih melindungi pekerja.
“Kami berharap revisi UU PPMI benar-benar memperkuat perlindungan pekerja migran, terutama perempuan, sebagai wujud komitmen Indonesia pada keadilan gender dan hak asasi manusia,” pungkasnya.



